Senin, 28 September 2009

Selasa, 08 September 2009

Andai Kiamat Sudah dekat

Gajah mati meninggalkan gading. Harimau mati meninggalkan belang. Manusia mati meninggalkan nama. Tetapi, dengan entrepreneurship, manusia akan tetap hidup bahkan bisa sampai seribu tahun lagi. ---


IR CIPUTRA sempat terkejut mendengar pertanyaan Tikno, dosen ITATS Surabaya, dalam sesi video conference di Lantai 10 Gedung Dikti, Senayan, awal bulan lalu. "Andai seluruh harta kekayaan, aset-aset, dan semua yang dimiliki Pak Ci -panggilan akrab Ir Ciputra--habis, tak tersisa. Perusahaan bangkrut, tidak mampu membayar karyawan. Tidak mampu mencicil utang, apalagi bunganya. Lalu semua relasi meninggalkan Pak Ci. Kerajaan bisnis hancur berantakan. Tak satu pun yang tersisa. Tinggal baju dan celana yang menempel di tubuh saja. Dari mana memulai membangun kembali ? Bagaimana cara bangkit dari kebangkrutan? "Saya jarang melihat alumni Arsitektur ITB Bandung ini begitu tercengang saat mencerna pertanyaan Tikno. "Pertanyaan bagus, berkualitas, dan aplikatif!" jawab Ciputra sambil mengumbar senyum. Bangga juga Ciputra mendengar pertanyaan itu. Karena hampir semua pengusaha hebat di negeri ini, pernah mengalami masa-masa kritis seperti yang digambarkan Tikno itu. Tetapi bukan Pak Ci kalau tidak cepat memberi jawaban praktis. "Contohnya saya! Saya anggap kejatuhan, atau saat roda kehidupan sedang di bawah, harus dinikmati dan dirasakan sakitnya. Sampai rasa sakit yang teramat sangat itu betul-betul tidak terasa. Puncak dari sakit adalah mati rasa. Tidak sakit lagi. Saya menyebut ini adalah ujian naik tingkat bagi pengusaha yang suka tantangan. Pengusaha disebut sukses kalau sudah melewati ratusan kesalahan. Karena itulah seni menjadi entrepreneur adalah sukses melewati masa-masa kritis seperti itu." Jika berhasil melintasinya dengan selamat, itu pertanda pintu sukses sudah di terbuka depan mata. Karena itu, jangan pernah takut akan problematika yang menghadang di depan mata, sepelik apa pun. Bahkan jika langit mau runtuh, bumi hendak tenggelam, kiamat sudah dekat. Hambatan, tantangan, kesulitan itu semua adalah ujian untuk memasuki level yang lebih tinggi. Pilihannya hanya dua, makin sukses dan survive mengarungi gelombang problema? Atau makin terpuruk ditelan frustasi? "Saya sudah kenyang dengan pengalaman krisis seperti itu. Persis seperti yang Anda gambarkan. Kondisi ekonomi memburuk. Bisnis properti hancur. Bunga bank tinggi, tidak ada yang berani kredit. Banyak proyek macet, karena daya beli ikut terjun bebas. Kami rugi! Betul-betul rugi," jelasnya. Lalu? Tidak perlu menangis, tidak perlu bersedih. Yang diperlukan hanya strategi baru agar bisnis tetap survive. "Ketemulah ide untuk bangkit! Harta kami boleh ludes. Duit boleh habis. Aset bisa menguap semua, tetapi saya masih punya satu cadangan. Yakni kepercayaan ! Bermodal kepercayaan itulah kami bangkit lagi dan makin melambung hingga sekarang?" aku Ciputra. "Bangkitkan kepercayaan Anda. Tidak boleh larut dalam keputusasaan. Inilah pentingnya orang punya integritas. Orang punya karakter. Orang punya mental juara!" kata kakek sembilan cucu yang tinggal di Bukit Golf Utama Kav III PA, Pondok Indah, Jakarta ini. Ciputra menyebut, integritas atau citra diri itu modal yang tidak terhitung nilainya. Yang bisa menaikkan harga citra diri itu hanya yang bersangkutan. Kalau company, dia membuat istilah branding. Selama perusahaan itu masih memiliki brand yang kuat, dia bisa membuat 1001 macam escape dari gejolak ekonomi yang melilit. "Itulah sebabnya, branding itu penting dan mahal. Harga brand itu tidak terbatas. Yang menentukan adalah kepercayaan public. Karena itu, jagalah nama, pamor, dan reputasi Anda, agar integritas itu semakin lama semakin mengembang," jelas pria yang lahir di Parigi, Sulawesi Tengah, 24 Agustus 1931 ini. Setelah menjawab Tikno, Ciputra menjawab pertanyaan Firman Arifin, dosen ITS Surabaya. "Bagaimana cara menciptakan budaya etika usaha yang santun dalam entrepreneurship?" ujarnya. Firman mencatat fakta-fakta yang tidak seindah warna aslinya. Sesama pengusaha itu bersaing menuju perseteruan yang tidak sehat. Saling jegal, saling jiplak konsep produk lain."Dalam bahasa politik, itu diistilahkan dengan black campaign," ujarnya. Lagi-lagi, Ciputra yang dikenal sebagai perekayasa mesin cetak "entrepreneur" ini tidak menggunakan teori-teori manajemen yang biasa. Ciputra selalu menjawab setiap pertanyaan 100 persen dari pengalaman. Dia sudah kenyang dengan asam dan garam. Dia menekuni bisnis selama setengah abad, karena itu pengalaman hidupnya sudah memikat untuk disimak. "Pertama, Anda perlu bergaul yang banyak, terutama sesama pelaku bisnis serupa. Semacam REI dalam pengusaha real estate. Kedua, lakukan inovasi yang terus menerus, tidak boleh berhenti. Ketiga, launching ide baru, tidak lama kemudian, umumkan lagi ada ide lebih baru lagi, lebih baru lagi, dan seterusnya. Maka kompetitor pun makin sulit mengejar!"ungkapnya. Ciputra mencontohkan, PT Pembangunan Jaya saat mendirikan Bintaro Jaya. Saat itu, kawasan Bintaro itu terlalu menjorok ke luar kota. Terlalu jauh dari pusat kota Jakarta. "Itu adalah bentuk inovasi kami. Membangun perumahan jauh dari kota. Tentu dengan promosi yang pas. Sepuluh tahun kemudian, tren rumah di luar kota baru ramai. Saya sudah membaca prospek ini 15 tahun yang silam, saat orang masih enggan melebarkan investasi di luar kota," paparnya. (don kardono/*)